29 Juni 2013

IBU, MAAFKAN AKU... part 2 | cerpen



--Part 2-- 

Marni mengemudikan mobilnya semakin kencang…. Dan semakin kencang….
Dia teringat pembicaraannya 6 tahun yang lalu dengan orang tua Ratih.

FLASH BACK__

“Marni,  apa tidak sebaiknya kamu pulang kerumah, Ibumu pasti cemas mencarimu?” Bujuk orang tua Ratih.
“Tante, Om, Ratih, tidak bisakah aku tinggal disini bersama kalian? Ibuku, dia tidak sayang padaku, setiap hari dia hanya menyuruhku berjualan kue saja, aku capek. Tapi setiap aku meminta hak ku untuk kuliah Ibu tak pernah menghiraukanku.” Jawab Marni.
“kami senang jika kamu nyaman tinggal disini. Kami juga sudah menggangapmu sebagai anak kami sendiri, tapi bagaimanapun juga kamu harus memberi kabar pada Ibu dan adikmu, Mar…”
“benar Mar, Ibumu pasti panic saat ini.” Setuju ratih.
“Kalau kalian memang tidak mau aku ada di sini baiklah aku akan pergi. Tapi tolong jangan beritahu Ibu dan adikku kalau aku pernah kesini.” Marni menangis, dan hilang kendali.
Saat Marni hendak pergi, Ibu Ratih memanggilnya dan memeluknya dari belakang.
Ia meminta Marni untuk tetap tinggal dirumahnya dan berjanji tidak akan membeitahu  keberadaan Marni pada adik dan Ibunya. Melihat kejadian itu Ratih
dan Ayahnya hanya bisa berlapang dada menerima keputusan Ibunya. Tapi mereka pun senang Marni bisa tinggal bersama mereka, sejak dulu mereka memang sayang pada Marni……

FLASHBACK END__

Marni meminggirkan mobilnya di tepi danau. Ia menenangkan pikirannya disana.
Hatinya campur aduk, marah, sedih, bersalah atas apa yang sudah terjadi.
“Kenapaaaaaaa………” teriak Marni sekeras2-nya.
“aku sudah melupakan kalian tapi kalian muncul lagi di kehidupanku,,”
Berjam-jam Ia duduk di tepi danau sambil menangis, Ia teringat masa-masa SMAnya dulu saat masih tinggal bersama Ibu dan adiknya. Dan tangisannya pun semakin menjadi.

Mirna sampai dirumah dengan kusut, matanya sembab karena habis menangis. Ibunya yang sedang menyiapkan makanan segera menghampiri Mirna dan menanyakan apa yang terjadi. Mirna pun menceritakan apa yang dialaminya siang tadi. Ia bertemu dengan kakaknya Marni. Dan Mirna pun bercerita mengenai apa yang dikatakan Marni padanya, untuk tidak mengganggu hidup kakaknya lagi. Mirna meminta Ibunya untuk melupakan Marni, karena Marni sudah tidak perduli lagi  pada mereka.
“Apa yang kamu katakan Mir, tidak mungkin kakakmu bicara seperti itu,.” Bentak Ibu  pada Mirna yang tidak percaya.
“Ibu aku tidak bohong, jadi aku mohon Ibu lupakan kak Marni, kita mulai hidup dari awal, hanya aku dan Ibu .” Pinta Mirna pada Ibunya.
“Asal kamu tahu nak, selama ini Ibu bertahan hidup untuk bisa bertemu lagi dengan Marni. Dan sekarang kamu sudah bertemu dengannya dan tahu dia baik-baik saja hati Ibu sudah senang. Yang Ibu mau hanya bertemu dengannya dan memeluknya. Sekarang kamu malah nyuruh Ibu melupakan kakakmu ???”
“Bu ,kak Marni sekarang sudah menjadi apa yang dia mau. Dia seorang dokter dan kaya sekarang, dia sudah tidak ingat kita lagi Bu. Jadi aku mohon lupakan Kakak…”
Plaaaaaakkkkk.
Ibu menampar Mirna. Kekesalannya tak bisa terbendung lagi. Ia kecewa pada Mirna yang menjelek2an Marni. Mirna yang sangat kaget dengan perlakuan Ibunya hanya bisa menangis.. dan menangis. Selama ini Ibunya tidak pernah semarah itu, apalagi sampai menampar anaknya sendiri. Mirna pun segera masuk ke kamarnya. Ibu yang baru sadar akan perbuatannya pada Mirna terduduk lemas sambil melihat tangannya.
“Maafkan Ibu Mirna, maaf……”

1 Minggu Kemudian…………

Mirna dan Ibu pergi bersama untuk mencari Marni kembali. Sekarang keadaanya berubah. Mirna tidak tega memisahkan Ibunya dengan Kakaknya yang sudah lama dinanti. Oleh karena itu Mirna akan tetap mencari kakaknya untuk Ibunya.
Kaki mereka tak kenal lelah untuk mencari informasi tentang keberadaan Marni.
Sekarang ini Marni adalah seorang dokter di salah satu rrumah sakit terkenal di Kota. Jadi tidak sulit bagi Mirna dan Ibunya menemukan Marni.
Dan tibalah mereka di rumah sakit tempat Marni bertugas.

Tiba-tiba Mirna melihat sosok yang sepertinya dikenalnya. Yah benar saja, Ratihlah yang dilihatnya. Tanpa berfikir lama Ia pun segera menghampiri Ratih.
“Kak Ratih.” Panggilnya.
“Mir…..Mirna…. “ Jawab Ratih dengan terbata-bata. Ia terlihat kaget dengan kehadiran Mirna dan Ibunya.
“Kak, sedang apa kakak disini? Siapa yang sakit? “
“eh..ehmm aku disini ingin menemui seseorang , bagaimana denganmu? “ jawab Ratih dengan gugup.
“Aku dan Ibu sedang mencari kak Marni, kami mendapat kabar kalau kak Marni bekerja di rumah sakit ini .”
Ratih kaget mendengar jawaban Mirna yang sudah mengetahui keberadaan Marni. Ditambah lagi saat ini Ia juga akan menemui Marni. Bagaimana jika Ibu dan adik Marni menemukan Marni,, dan apa yang akan terjadi? Itulah yang sedang dipikirkannya.
“Kak Ratih… kenapa bengong, apa kakak pernah bertemu kak Marni atau dimana kak Marni berada sekarang? “ Tanya Mirna yang heran.
“Tidak… aku tidak tahu apa-apa. Maaf aku harus pergi sekarang. “ Dengan tergesa-gesa dan kecemasannya Ratih pergi meninggalkan mereka berdua dan langsung menuju ke tempat Marni. Mirna dan Ibunya hanya bisa saling menatap keheranan dengan sikap Ratih. Merekapun beranjak mencari Marni lagi.

Tak disangka-sangka Marni ternyata menghampiri Ibu dan adiknya. Ia mendapat kabar dari tetangga rumahnya yang dulu, bahwa Ibu dan adiknya menjmput Marni di rumah sakit.  Tanpa basa basi Ia pun segera memanggil adik dan Ibunya yang berjalan membelakanginya.

“Ibu…Mirna…apa kalian mencariku?
Sadar ada orang yang memanggil mereka Ibu dan Mirna pun membalikkan badan . Betapa terkejutnya mereka ternyata orang yang memanggilnya adalah Marni, yang sedang mereka cari.
“Marni….........” Ibu langsung memeluk dan menangis saat melihat putrinya.
“Iya , bu ini aku Marni. Untuk apa Ibu mencariku lagi. Aku sudah bahagia dan sukses sekarang .”
“Nak, Ibu rindu padamu, kemana saja kau selama ini , ayo kita pulang Nak..?” Ajak Ibu pada Marni.
Mirna hanya bisa diam melihat kakaknya yang terlihat tidak senang dengan kehadiran mereka, Ia pun sudah yakin kalau kakaknya akan menolak untuk kembali pada mereka.
“Hah…… Pulang bersama kalian?? Aku mohon Kalian lupakan saja aku, aku sudah bahagia dengan hidupku yang sekarang ini. Tanpa kalian.”
“Kakak ………cukup. Jangan kakak sakiti Ibu lagi. Ibu sudah sangat menderita selama ini kak. Hanya demi kakak Ibu masih bertahan hingga sekarang. “ Bela Mirna
“Demi aku?? Dulu Ibu selalu saja mengabaikanku, tidak pernah sedikit saja menuruti permintaanku .”
“maafkan Ibu Mar, Ibu memang salah padamu, ibu tidak bisa membahagiakannmu. Tapi Ibu  sudah mempersiapkan sesuatu yag kamu inginkan dulu nak, jadi ayo kita pulang.” Ibu memohon, air matanya semakin deras mengalir di pipinya.
“Sudahlah sekeras apapun aku memohon kalian tidak akan mendengarkanku, seperti dulu “ Marni yang sangat kesal meninggalkan Ibu dan adiknya. Dengan hati yang hancur dan kesedihan nya Ia mencoba menahan air matanya yang sudah hampir menetes. Ibunya hanya bisa menangis dan tak percaya anak yang dinantinya selama ini sudah menolaknya. Begitu juga dengan Mirna. Merea berdua pun meninggalkan tempat itu dan kembali kerumah.
Ratih menunggu diruangan Marni yang kosong, seketika Marni datang dengan langkah yang sempoyongan. Ratihpun terkejut dengan kondisi Marni.
“Ada apa? Mengapa kau seperti ini? Apa kamu sudah……” Tanyanya pada Mirna. Ia sudah bisa mengira kalau Mirna telah bertemu dengan adik dan Ibunya.
“Mereka …… mereka mencariku…… Ibu dan adikku “ Marni menjelaskan.
“Tadi aku juga bertemu dengan mereka di Loby, dan aku kemari untuk memberitahukannya padamu, tapi ternyata kau sudah menemui mereka .”
“Ya,  mereka masih mengharapkanku kembali. Apa yang harus aku lakukan? Disisi lain aku benci pada mereka karena masa laluku, tapi disisi lain……….” Omongannya terhenti.
“Tapi di sisi lain kau juga rindu pada mereka ? Benar begitu kan? “ Sambung Ratih melanjutkan kata-kata yang diucapkan Marni.
Tapi Marni tak menjawab Ia hanya duduk terdiam. Entah apa yang sedang dipikirkannya. Melihat sikap Marni, Ratihpun mengajak marni untuk pulang dan beristirahat. Ia sangat mengerti dengan perasaan marni saat ini. Sebenarnya banyak yang ingin di tanyakannya pada Marni, tapi ia mengurungkan niatnya, tak mau membebani Marni yang lemah.  -(ohhh Sahabat yang baik ^^)-

Tibalah Ibu dan Mirna dirumah.  Mirna menuntun Ibunya dengan penuh kasih sayang tak mau bila Ibunya terjatuh. Padahal sebenarnya Ia juga merasa sangat sakit atas penolakkan kakaknya tadi. Mira tidak  mau terlihat sedih yang akan menambah kesedihan Ibunya. –sungguh anak yang baik J-
Mirna membaringkan Ibunya ke kasur, tapi Ibunya malah memarahi dan menyalahkannya. Karena Mirna tidak membujuk kakaknya untuk pulang bersama mereka. Mendengar perkataan Ibunya, Mirna hanya terdiam dan tidak berusaha membela diri. Ia selalu membela kakaknya walaupun sebenarnya hatinya sakit , Ibunya selalu lebih menyayangi Marni ketimbang dirinya.
Malampun tiba , akhirnya Ibunya bisa tidur dengan nyaman. Sedikit mengurangi kekhawatiran  Mirna. Iapun tidur di samping Ibunya……

Kukuruyuuuuuuuuukkkk……
Suara ayam mulai terdengar, matahari muncul dari persembunyiannya.

“Sayangg,,, bangun. Kamu mau tidur sampai kapan? “ terdengar suara Ibu membangunkan.
“hmmmm bentar lagi mah , 5 menit lagi yah..?”
Tak sabar dengan tingkah anaknya yang tak kunjung bangun, Wanita separuh baya itupun langsung menarik paksa lengan anak itu. Kaget dengan perlakuan Ibunya anak itupun bergegas bangun dengan mata masih merem.
“Cepatlah mandi dan turun, sudah ada yang menunggumu.”
“Siapa pagi-pagi begini ingin menemuiku Mah? Kurang kerjaan tuh orang.” Protes anak itu.
“sudahlah nanti juga kamu tahu sendiri.”
Anak itupun segera mandi dan berdandan. Pakainnya sudah rapih, bau parfum sudah tercium di tubuhnya. Tapi bukannya segera turun , Ia malah menghampiri kamar sebelah kamarnya. Untuk apa? Iapun mengetuk pintu kamar itu. Terdengar suara wanita dari dalam kamar itu.
 “Ya tunggu bentar…..” Teriaknya dari dalam. Dan ketika dibuka…………
“Kamu sudah siap Tih? Dan ternyata wanita itu adalah Ratih. Sudah jelas berarti wanita yang memanggilnya adalah Marni.
Mereka berdua akhirnya turun ke bawah. Dan ternyata benar ada orang yang sedang menunggu Marni. Dia adalah ……. TUKANG SURAT ????
“Mah jadi ini orang yang mencariku?” Tanya marni heran.
“Iya, sayang. Katanya ada  surat penting untukmu dan harus kamu sendiri yang menerimanya.” Jawab Mamah.
Marnipun menghampiri tukang surat itu. Dan menerima surat yang dikirim untuknya.
Marni pun segera membuka surat itu dengan yakin. Penasaran dengan isi surat yang di terima Marni, Ratih merampas surat itu dari genggaman marni.

“Hey..kembalikan , itu surat untukku..?” teriaknya kesal pada Ratih.
Tanpa menghiraukan marni, ratihpun membuka surat itu, dan isinya……………


“Assalamu’alaikum, kak Marni. Ini aku Mirna adikmu. Kau masih mengingatku kan?

Bagaimana keadaanmu sekarang, aku harap kau selalu sehat dan baik di sana. Sebelumnya maaf jika aku mengganggu, aku tahu kau orang yang sibuk sekarang. Tapi setelah pertemuan terakhir kita 2 tahun yang lalu, aku semakin tidak nyaman.

Setiap hari Ibu selalu memintaku untuk membawamu pulang. Setiap hari ibu selalu menyebut-nyebut nama kakak. Apa kau tahu, aku iri padamu. Ibu tidak pernah sekhawatir itu padaku. Padahal selama ini aku yang merawat dan menjaganya, tapi tetap saja kakaklah yang selalu di sayanginya. Kak, aku tidak meminta lebih darimu , aku tidak akan memaksamu untuk kembali, tapi aku mohon untuk sekali ini saja aku ingin bertemu dengan kakak. Luangkan waktumu yang sangat berharga itu, untuk bertemu denganku sekali saja. Aku janji setelah itu aku tidak akan pernah mengganggu hidupmu lagi. Aku mohon temui aku besok di taman tempat kita sering bermain semasa kecil dulu. Aku yakin kau masih ingat kan?

Aku akan menunggumu kak.

Wassalam’ualaikum….. “

                                                                                      Adikmu,



                                                                                       Mirna


Marni mendengarkan surat yag di bacakan Ratih. Ia menagis tersendu-sendu mengetahui isi surat itu teryata  dari adiknya. Sejak pertemuan mereka dirumah sakit Ia tidak pernah bertemu lagi dengan Ibu dan adiknya. Dua tahun sudah.
Tak tega melihat sahabat sekaligus saudaranya menangis, Ratih langsung memeluk Marni. Ia pun ikut menangis. Dan mereka berduapun menangis bersama *huaaaaaaa :’( ……….
Keesokan harinya Marni mendatangi tempat Ia janjian dengan Mirna, disana ternyata Mirna sudah menunggunya.
“Mengapa kau datang seendiri? Dimana Ibu? Apa dia tidak mau bertemu dengan ku lagi? Tanyanya pada Mirna. Apa Marni sudah bersedia menerima Ibunya kembali?????? –entahlah-
“Kau datang kak, aku pikir kau tidak akan mau bertemu denganku lagi?”
Marni masih saja mennyakan Ibunya, tapi Mirna tetap saja tidak menjawab pertanyaan Marni.
“Hey… ada aa denganmu? Aku bertanya dimana Ibu tapi kau diam saja, apa kamu tidak ingin aku bertemu Ibu lagi? “ Tangkas Marni dengan kesal.
“ Aku ingin bertemu denganmu karena ini…” Mirna menyodorkan sebuah kotak.
“Apa ini? Untuk apa kau memberikan ku ini? “ Tanya Marni dengan heran.
“Ini milik Ibu. Ia menitipkannya padaku. Katanya ini untuk kakak.”
“Memangnya dimana Ibu sekarang? “ Matanya berkaca-kaca, ia ingin sekali mengetahui Ibunya berada.
Mirna tetap saja diam. Ia hendak berdiri seakan ingin pergi, tapi ditahan oleh Marni.
“Kau mau kemana? Kau belum menjawab pertanyaanku Mirna..?” Air mata Marni tak terbendung lagi. Ia marah-marah dengan Mirna yang sejak tadi tak menjawab pertanyaannya.
Mirna bangkit dan berkata, “ jika kakak ingin bertemu Ibu, datanglah ke alamat yang ada di dalam kotak itu, aku pamit kak, jaga dirimu dengan baik.” Mirnapun pergi, Marni tak berkata apa-apa. Ia hanya memandangi kepergian Mirna dengan sedih.

Di mobil Ia tak segera membuka kotak pemberin Mirna. Ia hanya memandanginya saja dalam waktu yang lama.
Akhirnya dengan penuh kecemasan Ia membuka kotak itu, dan ………..
Ada buku tabungan, jam tangan, dan sebuah surat di dalamnya.
Marni mengingat jam tangan itu. Dulu sewkatu SMA ia pernah menginginkan jam tangan itu, tapi ditahnnya karena tidak punya uang untuk membelinya. Dan tenyata sekarang Ibunya membelikannya. Tangisannya semakin menjadi, mengingat betapa jahatnya Ia pada Ibunya.
Kemudian Ia mengambil surat, dan membacanya. Ternyata surat itu dari Ibunya.


“Untuk anakku Marni,……

Nak ini Ibu, maaf kalau pertemuan kita di rumah sakit mengagetkanmu. Ibu senang sekali akhirnya Ibu bisa melihatmu dan mengeahui kau baik-baik saja. Ibu juga senang karena kamu sudah sukses sekarang. Mar, bertahun-tahun Ibu mencarimu, Ibu sadar selama ini Ibu memang salah padamu. Ibu tidak pernah mengabulkan keinginanmu, Ibu selalu saja memarahimu. Ibu minta maaf Nak. Tapi ternyata kamu sangat marah pada Ibu dan tak mau kembali pada Ibu. Ibu sangat sedih atas penolakanmu. Alasan sampai sekarang Ibu hidup hanyalah ingin bertamu dengan kamu. Kamu tahu Ibu sakit Nak. Ibu sudah lama mengidap TBC stadium akhir. Waktu Ibu sudah tidak lama lagi. Mungkin saat kamu mebaca surat ini Ibu sudah tidak ada di dunia ini.

Tapi sebelum itu terjadi Ibu ingin memberikan apa yang kamu inginkan sejak dulu.

Dulu kamu minta ingin kuliah kan? Sebenarnya saat itu Ibu sudah menabung untuk biaya kuliahmu. Semuanya sudah Ibu masukkan di dalam rekening. Oh iya ada juga jam tangan yang sangat kamu inginkan dulu. Untung saja belum di beli orang.

Ini semua untukmu, Ibu menitipkannya pada Mirna adikmu, karena Ibu tak bisa memberikannya sendiri padamu. Pesan Ibu jaga dirimu baik-baik ya Nak, mafkan Ibumu yang tak berguna ini. Ibu akan selalu mendo’akan anak-anak Ibu.

Ibu sayang pada mu Marni……………. “



Marni tak percaya bahwa apa yang dibacanya adalah surat terakhir dari Ibunya sebelum meninggal. Dan ia mengerti sekarang mengapa Mirna tidak memberitahu keberadaan Ibunya dan malah menyuruhnya membaca surat di kotak itu.
Dan sekarang Ibunya sudah meninggal. Ia pun membuka buku tabungan itu, dan betapa terkejutnya Ia ternyata tabungan yang selama ini di kumpulkan Ibunya untuk Marni tidak sedikit. Bahkan sangat cukup untuk biaya Ia kuliah dan sekolah adiknya.
Tapi apa boleh buat, nasi sudah menjadi bubur. Ibunya sudah tak akan kembali lagi. Marni hanya bisa menangis dan menyesali semua perbuatannya selama ini.
“ibu…………. Maafkan aku………….” 


---END---

IBU, MAAFKAN AKU part 1 | cerpen



--Part 1--
                                                                                               
  Oleh : Ika Widiastuti

Suatu cerita dimana kita akan tahu betapa besar pengorbanan dan kasih sayang seorang ibu ……

          Matahari mulai keluar dari peraduannya, suara ayam berkokok menandakan bahwa hari telah pagi…
Udara sejuk sangat terasa disebuah desa kecil di kaki gunung.
Hiduplah sebuah keluarga kecil….. Ibu Minah dan kedua anaknya Marni dan Mirna ..
Ibu Minah adalah seorang janda yang hidup bersama kedua anak perempuannya , mereka  adalah Marni dan Mirna.  Ayah mereka telah meninggal dunia setahun yang lalu akibat penyakit jantung yang dideritanya. Sejak saat itu Bu Minah banting tulang demi menghidupkan keluarga kecil mereka terutama untuk membiayai sekolah kedua anaknya . Marni anak pertama Bu Minah duduk di bangku SMA ,sedangkan Mirna baru saja kelas satu SMP..

“Ibu , aku butuh uang segera untuk kegiatan bimbel di sekolah “.
“Tapi nak ibu belum punya uang, hasil dagangan ibu akhir-akhir ini menurun..”
“Aahhh… aku tidak mau tahu, pokoknya secepatnya Ibu harus memberi uangnya padaku “.

Yah  begitulah Marni anak pertama Bu Minah.  Sifatnya keras dan apapun yang di inginkannya harus dipenuhi. Dia tidak pernah memikirkan keadaan keluarganya yang serba kekurangan, asalkan senang-senang apapun akan dilakukannya .
Berbeda sekali dengan Mirna, dia selalu membantu pekerjaan ibunya . Dari sifatnya yang lembut, dia sangat menyayangi ibunya . Setiap sehabis pulang sekolah Mirna selalu membantu ibunya berjualan keliling kampung .

“ibu ini hasil  jualan  siang ini, hmm lumayan bu tadi banyak yang beli dagangan kita .”
“alhamdulilah… terimakasih ya nak, kamu memang anak yang baik, mau membantu ibu berjualan keliling .”
“ibu kan sudah berjuang untuk keluarga kita, aku hanya sedikit meringankan beban ibu saja kok .”
“iya nak,, pasti kamu lelah kan. Makan dan istirahatlah.”
“baik bu .”

Marni  dan teman-temannya sedang duduk di kantin. Mereka berbincang-bincang tentang rencana mereka setelah lulus SMA .

“Winda setelah lulus nanti kamu mau lanjut kemana?” Tanya Ratih, teman sebangku Marni.
“hmm entahlah, orang tuaku menyuruhku melanjutkan ke Perguruan Negeri, tapi aku tidak berminat.”
“lho, kenapa? Kamu kan orang kaya , kamu bisa bebas memilih universitas yang kamu inginkan?” Sanggah Marni.
“aku sudah malas berfikir, aku ingin bekerja saja mengumpulkan banyak uang, hehehehe”
“sayang sekali ya , andai aku jadi kamu, aku akan lanjut ke universitas yang aku inginkan, tapi sayangnya …..”
Perkataan Marni terhenti sejenak, ia sadar bahwa untuk melanjutkan ke universitas butuh biaya besar, sedangkan hidupnya serba kekurangan.
“sayangnya kenapa Mar ??” Tanya Ratih.
“ahh tidak, eh udah bel tuh, yukk kita masuk kelas.”
“ok…ok…”
Bel pulang sekolah berbunyi, Marni dan teman-temannya keluar kelas, Marnipun langsung menuju kerumah.

Di rumahnya Marni menyampaikan niatnya unuk melanjutkan sekolah ke Universitas kepada ibunya.
“Apaaa…?” Ibu terkejut mendengar ucapan Marni.
“Iya, aku ingin melanjutkan ke Universitas setelah lulus nanti. Kenapa? Ibu tidak setuju?” Sergah Marni.
“Bukan begitu Mar, tapikan kamu tahu Ibu tidak punya uang untuk membiayai sekolahmu, apalagi untuk masuk ke Perguruan Tinggi, usaha Ibu saja tidak cukup nak?”
“ahhh….Ibu selalu bicara seperti itu, apa Ibu tidak mau  melihat aku sukses?? Ibu memang tidak sayang denganku. “

Marnipun pergi meninggalkan Ibunya sambil marah-marah, Ibunya hanya bisa menangis  sedih melihat kepergian  anaknya..
Ternyata Marni pergi ke rumah temannya., Ratih.


“waaah Tih rumahmu besar sekali ya, kamarmu juga sangat nyaman..”
“aahhh  biasa saja, kamu pergi ya dari rumah, memangnya ada apa? Apa kamu bertengkar lagi dengan ibu dan adikmu?” Tanya Ratih penasaran.
Marnipun menceritakan semuanya pada Ratih dengan penuh emosi.
Ratih mengerti apa yang sedang dirasakan sahabatnya itu.

“Ya sudah kamu boleh tinggal di rumahku sepuasnya, aku senang jadi ada teman belajar yang pintar sepertimu, hehehe.”
“Makasih ya Tih, kamu memang sahabat terbaikku.”

Marnipun akhirnya tinggal di rumah Ratih, menurutnya keluarga Ratih lebih bisa mengerti dia ketimbang adik dan Ibunya sendiri. Dan terlebih lagi orang tua Ratih yang sangat baik  kepadanya , mereka menganggapnya seperti anak kandungnya sendiri.

Hari demi hari, bulan demi bulan berlalu, dan tahun demi tahun sudah Marni meninggalkan rumah. Selama itu pula adik dan Ibunya mencari Marni kemana-mana. Tapi selama itu pula mereka tidak mendapat kabar apapun dari Marni.
Bagaimana perasaan Ibunya yang setiap hari mencemaskan anak pertamanya, setiap hari Ibunya selalu bertanya apakah Marni sudah makan?, apakah dia hidup dengan baik di luar sana?, apakah dia sehat??
setiap hari Ibunya berkata seperti itu.
Mirnalah yang selama ini merawat Ibunya . Setelah lulus sekolah ia bekerja di sebuah toko sebagai kasir. Yah penghasilannya memang tidak besar tapi cukup untuk membiayai kebutuhannya dengan ibunya. Sedangkan Ibunya yang sudah semakin lemah dan sering sakit-sakitan hanya bisa berdiam diri di rumah menanti datangnya Marni kembali.

“Bu , minum dulu obatnya, supaya ibu cepat sembuh .”
“Mir, apa sudah ada kabar dari kakakmu? “
“Belum bu, tapi Ibu tenang saja aku akan berusaha mecari kak Marni sampai ketemu, asalkan ibu sehat .”
“Ibu kangen sekali padanya, apa dia baik2 saja di luar sana?” Air mata Ibu mulai menetes, semakin deras, seraya memanggil-manggil nama Marni.
“Ibu  harus kuat dan tetap optimis , kak Marni pasti pulang, ya ..”
Mirna yang terlihat tegarpun ikut meneteskan air matanya, Ia tidak tega melihat Ibunya yang menderita karena ulah kakaknya.

Mirna membeli obat Ibunya di apotek. Saat ingin menuju kerumahnya, tidak sengaja Ia berpapasan dengan seorang wanita. Wanita itu berpakain rapi, bermobil mewah, dan dilihat dari penampilannya dia orang kaya. Wanita itupun minta maaf kepada Mirna karena tidak sengaja menabraknya.
“Maaf..maaf… saya tidak sengaja.”
Mirna yang masih terjatuh dilantai akhirnya bangun, dan …………………
“Kak Marni ???” Mirna mengenali wanita itu.
“kamu… Mirna ??? “ Marni shock dengan pertemuan ini, matanya membesar dan tangannya gemetar.
“Iya kak, aku Mirna , adikmu. Kau masih hidup kak? Ya Allah kami sudah lama mencarimu kemana-mana kak…” Marni tak mampu menahan air matanya.
“Untuk apa kalian mencariku hah? Aku bisa hidup baik tanpa kalian. Lihat sekarang aku sudah sukses, dan itu semua tanpa kalian.”
Mirna kaget dan tak menyangka kakaknya bicara seperti itu. Ternyata orang yang selama ini dicari dan dinanti sudah melupakannya .
“Kak, ibu sangat merindukanmu, temui ibu kak???”
“Ibu ? Dulu bahkan Ibupun tak perduli padaku, sudahlah kalian lupakan saja aku, dan jalani hidup kalian tanpaku lagi. Aku pun begitu.”
Marnipun masuk ke mobil mewahnya , meninggalkan adiknya yang masih berdiri mematung.
Mirna memanggil-manggil kakaknya yang sudah pergi. Tangisannya pecah seketika, tak bisa terbendung lagi.. :’(

Sementara itu Marni yang masih tidak menyangka bertemu dengan adiknya, menelpon Ratih. Ia menceritakan semua yang dia alami barusan. Selama ini ternyata Marni tinggal dan di besarkan oleh keluarga Ratih. Setelah lulus SMA, keluarga Ratih membiayai seluruh pendidikan Marni sampai Ia menjadi seorang yang sukses. Sekarang Marni sudah menjadi seorang dokter, seperti apa yang di cita-citakannya sejak dulu.

Lalu  mengapa Marni tidak pernah memberi kabar pada keluarganya?
Dan juga mengapa keluarga Ratih tidak memberitahu keadaan Marni selama ini kepada adik dan ibunya?
Apakah keluarga Ratih memang ingin memisahkan Marni dengan keluarganya?????

.....lanjut ke part 2.....